BPK dipersilakan periksa biaya perkara di pengadilan
JAKARTA- Mahkamah Agung (MA) masih menunggak 8.280 perkara. Perkara yang belum selesai tersebut melupakan sisa perkara pada 2008. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang masih berjalan tersebut, MA secara formal akan menetapkan kategori tunggakan perkara mulai tahun ini.
Ketua MA, Harifin Andi Tumpa, menyatakan, pengategorian tunggakan perkara tersebut, yaitu semua perkara yang telah berusia dua tahun sejak perkara diregistrasi.
“Dengan batasan tersebut, akan menjadi jelas jumlah tunggakan perkara di MA,” kata dia pada acara Laporan Pertanggung-jawaban MA 2008, di Jakarta, Rabu (1/4).
Harifin menjelaskan, MA akan menetapkan definisi tunggakan perkara sebagai perkara yang belum diselesaikan dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju dalam waktu dua-tahun sejak registrasi. “Perkembangan proses pengikisan tunggakan perkara terus berjalan dengan gradual,” kata dia.
Sehingga, diharapkan Harifin, upaya MA mengikis tunggakan makin terfokus dan terus menunjukkan hasil positif. Lebih lanjut, dengan adanya definisi tunggakan yang jelas, akan tercapai kepastian hukum bagi para pihak yang menunggu penyelesaian perkara.
Berdasarkan catatan Mahkamah Agung, grafik perkara yang diputus menunjukkan peningkatan, yakni pada 2004sebanyak 6.241 perkara, 2005sebanyak 11.807 perkara, 2006 sebanyak11.770 perkara, 2007 sebanyak 10.714 perkara, dan 2008 sebanyak 13.885 perkara.
Pada akhir tahun 2007, sisa perkara masih sekitar 10.827 perkara, sementara perkara yang masuk ke MA per Januari-Desember 2008 mencapai 11.338 perkara. Perkara yang diputus sepanjang 2008 ini sebanyak 13.885 perkara.
Jenis perkara yang diselesaikan MA pada 2008, yakni Tata Usaha Negara (TUN) sebesar 14 persen, Perdata Khusus 10 persen. Perdata Umum 32 persen, Pidana Umum 32 persen, Perdata Agama tujuh persen, Pidana Militer satu persen, dan Pidana Khusus empat persen.
Biaya perkara
Mengenai soal biaya perkara, Harifin, kemarin, memerintahkan kepada jajaran seluruh pengadilan agar membuka diri untuk diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya perkara mulai tahun 2009.
Menurut dia, meskipun biaya perkara bukanlah bagian dari keuangan negara, biaya tersebut dipungut oleh pengadilan dari pihak yang berperkara untuk menyelesaikan suatu perkara.
“BPK dapat memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya perkara tersebut,” kata Harifin. Menurut dia, hal tersebut juga sesuai dengan pasal 81A Undang-Undang No 3/2009 tentang Mahkamah Agung.
Dia menerangkan, biaya perkara berbeda dengan biaya kepaniteraan yang merupakan biaya tetap sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Biaya perkara digunakan untuk membiayai kegiatan terkait penyelesaian suatu perkara di pengadilan,” kata Harifin Biaya tersebut digunakan, antara lain, untuk pemanggilan atau pemberitahuan saksi, tergugat dan penggugat, pemprosesan berkas-berkas materi, dan pengiriman berkas perkara.