JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan, dana pemerintah daerah (pemda) yang tidak terserap selama 2003 hingga 2008 mencapai Rp 94,4 triliun. Dana tersebut meningkat 339% atau 4,3 kali lebih besar dibandingkan dana tak terserap pada 2O03.

“Sejak 2003 saja, dana pemda yang disimpan di perbankan Rp 21.5 triliun. Namun, pada Juni 2008, jumlahnya meningkat jadi Rp 94,4 triliun.” kata Ketua BPK Anwar Nasution dalam pemberian penghargaan BPK kepada Pemerintah Pusat dan Daerah di Jakarta, Kamis (15/1).

Menurut Anwar, kondisi itu terjadi karena lambannya transfer dana bagi hasil (DBH) dari Departemen Keuangan kepada departemen teknis seperti Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Kehutanan hingga kantor perwakilan kementerian/ lembaga (K/L) tersebut di daerah. “Itu membuat berdampak pada ketidakpastian pendapatan daerah terkait penyusunan APBD,” ucap dia.

Anwar menuturkan, konflik politik antara DPRD dan pemda maupun antaranggota DPRD di daerah terkait juga ikut memperlamban proses pengesahan APBD. “Pada 2008. sekitar 27% APBD provinsi sudah disahkan sebelum memasuki tahun anggaran, 46% pada Januari, dan 3% pada Juni 2008,” kata dia.

Secara rata-rata, kata Anwar, realisasi penyerapan anggaran pemerintah provinsi di seluruh Indonesia pada 2008 hanya sekitar 60-70%. “Hanya empat provinsi yang mampu menyerap 80% anggaran untuk keperluan pembangunan daerahnya. Sebagian besar dana pemda yang tidak terserap disimpan pada industri perbankan, terutama di Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bank-bank negara.” papar dia.

Kesalahan Pusat

Secara terpisah. Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis menegaskan, besarnya dana pemda yang disimpan di perbankan daerah karena ada masalah lambannya transfer DBH ke daerah.

Harry mencontohkan. Kabupaten Natuna yang tahun lalu mendapat alokasi DBH sebesar Rp 458 miliar, baru ditransfer pemerintah pusat pada 17 Desember 2008. Sementara itu. DBH untuk dinas provinsi itu Rp 80 miliar baru ditransfer pada 12 Desember 2008.

“Jadi sebagian kesalahannya juga ada pada Departemen Keuangan. Akibatnya, daerah kebingungan untuk menyerap dana sebesar itu dalam waktu yang sangat singkat,” papar dia.

Ham1 menambahkan, DBH seharusnya sudah ditransfer pada 1 Januari sama seperti APBN, karena dana tersebut masuk dalam APBD. “Jadi tidak tepat jika daerah selalu dipersalahkan tidak sanggup menyerap anggarannya,” ucap dia.

Sementara itu. Dekan Fakultas Ekonomi UI Bambang Brodjonegoro menilai, dalam kondisi krisis saat ini, dana daerah yang tak terserap sebaiknya dipakai untuk stimulus lokal dan menjaga daya beli masyarakat.