JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memeriksa 66 rekening utang luar negeri (IJV) senilai Rp 46 triliun. Rekening yang terdapat dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2007 itu tersebar pada sembilan kementerian/lembaga (K/L) dan sembilan badan usaha milik negara (BUMN). Pada saat yang sama, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga siap mengaudit utang luar negeri dan pinjaman program atau proyek.
“Meski lembaga donor meminta BPKP untuk mengaudit, namun tidak berarti BPK tidak menjalankan audit Sebab, semua yang terkait dengan keuangan negara akan kami audit,” kata Anggota BPK Hasan Bisri saat acara Media Workshop, di Jakarta, Jumat (30/1).
Menurut Hasan, pemberian pinjaman LN telah mendorong auditor untukmengaudit pinjaman sekaligus memastikan penyerapannya, langkah audit itu juga terkait dengan statement of expenditure. “Biasanya, ada studi kelayakan yang dilakukan, karena itu kami ingin memastikan apakah dana yang digunakan sesuai untuk itu atau tidak,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyaknya utang luar negeri yang berserakan dan tidak terkoordinasi di berbagai K/L, menjadi salah satu faktor BPK memberikan penilaian disclaimer alas LKPP. “Namun kini, utang luar negeri mulai ditata oleh menteri keuangan,” tambah dia
Auditor Utama II BPK Syafri Adnan Baharuddin menuturkan, pemeriksaan terhadap 66 rekening utang luar negeri tersebut akan diselesaikan pada Februari 2009 dan hasilnya segera diserahkan kepada DPR. “Kami juga diminta untuk mengaudit utang pemerintah yang berasal dari Bank Dunia dan Asian Development Bank
(ADB),” ungkapnya.
Reformasi Rirokrasi
Di sisi lain, BPK menyatakan masih melanjutkan proses reformasi birokrasi, meski masa tugas beberapa pejabat BPK akan selesai pada Oktober 2009. “Kami meminta pengawasan masyarakat terkait reformasi birokrasi yang masih berjalan, terutama bagi pers agar tetap mengawal reformasi,” tutur Syafri.
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Menteri Negara PPN/Sestama Bappenas Syahrial Ixietan menjelaskan, pinjaman luar negeri tak terserak, sebaliknya semuanya teradministrasi dengan baik. “Di masa lalu, setiap utang luar negeri harus diaudit Setiap loan juga diaudit oleh BPKP. Namun, semenjak reformasi memang ada perubahan dalam audit, yakni audit harus dilakukan oleh auditor indepen-den,” ujarnya.
Menurut Syahrial, hingga saat ini definisi auditor independen masih menjadi perdebatan, seperti apakah ti PKP bisa disebut auditor independen atau tidak. “Nah. jika sekarang BPK sebagai eksternal auditor untuk melakukan tugas itu, mereka bisa memakai dokumen-dokumen yang tersedia,” paparnya
Sementara itu, Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI Andi Fahmi mengakui, seharusnya audit cukup dilakukan oleh satu badan tanpa memisahkan keuangan dan kinerja. Di luar negeri, kata dia, lembaga pemerintah cukup memastikan kinerja auditor apakah sudah melakukan tugasnya dengan benar.
“Jadi, terlepas apakah dana audit dari APBN atau bukan, audit cukup dilakukan oleh registered accounting,” jelas dia
Investor Daily Indonesia