PEKANBARU-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau menanti jawaban maskapai penerbangan Riau Airlines atas dugaan penyimpangan dalam pembelian tiga pesawat. Auditor negara ini memberikan waktu selama 60 hari bagi perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau ini.

Kepala BPK Perwakilan Riau Eko Sembodo mengatakan, Riau Airlines bisa saja tidak setuju dengan hasil audit tersebut. “Jika tidak setuju dengan hasil pemeriksaan, maka perusahaan harus memberikan alasan disertai bukti-bukti yang kuat,” ujarnya. Kamis (12/3).

Kesempatan bagi Riau Airlines untuk memberikan jawaban atas temuan BPK ini merupakan amanat pasal 14 Undang-Undang Nomor 15Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara. Apabila, Riau Airlines tidak menanggapi hasil audit itu atau tidak memiliki bukti yang kuat, BPK akan mengadukan temuan penyimpangan tersebut kepada lembaga penegak “hukum. “Instansi hukum ini akan menindaklanjuti apabila ada unsur pidana,” katanya.

BPK sudah menyampaikan hasil audit ini kepada Pemprov Riau dalam rapat koordinasi dengan Gubernur dan Bupati/Walikota bersama Musyawarah Pimpinan Daerah se-Riau. BPK berharap Riau Airlines segera menindaklanjuti temuan BPK ini sebelum tenggat waktu yang diberikan habis.

Sebelumnya, BPK Perwakilan Riau menemukan adanya dugaan penyimpangan pembelian tiga pesawat jenis Fokker 50 dan BAe Avro RJ-100 pada akhir Februari 2009 lalu. BPK menduga harga pembelian tiga unit Fokker 50 pada tahun 2007, senilai Rp 82,1 miliar, terlalu mahal.

Indikasi penggelembungan harga (mark up) ini sebenarnya juga pernah diungkapkan oleh jajaran manajemen Riau Airlines sendiri saat melakukan mogok kerja pada Agustus 2008 lalu. Berdasarkan perhitungan akuntan independen Riau Airlines pada saat itu, harga tiga pesawat seharusnya hanya sekitar Rp 76 miliar.

Riau Airlines membeli tiga pesawat ini untuk menambah dua pesawat sewa yang telah ada. Perusahaan ini membeli tiga pesawat Fokker 50 tersebut dari PT Trans Wisata Air (TWA) milik pengusaha Tommy Winata. Dana pembelian kapal terbang ini antara lain berasal dari pinjaman Bank Muamalat Rp 60 miliar.

Harian Kontan