JAKARTA, Humas BPK – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Isma Yatun, menghadiri persiapan keberangkatan (PK) angkatan 205 penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Jakarta, Rabu (21/6). PK merupakan kegiatan pembekalan yang diikuti para penerima beasiswa LPDP sebelum berangkat studi.

Dalam kesempatan itu, Ketua BPK mengapresiasi para peserta yang berhasil memperoleh beasiswa LPDP setelah melalui kompetisi yang sangat ketat dan berpesan agar senantiasa menjaga dan menumbuhkan budaya integritas.

“Anda semua adalah the chosen one, best of the best, dari ribuan orang applicant yang merepresentasikan wajah pelajar Indonesia,” kata Ketua BPK.

“Besar harapan saya, agar para awardee LPDP Angkatan 205 dapat bertindak secara konsisten dengan penuh integritas,” tambahnya.

Integritas, Ketua BPK menekankan, menjadi hal yang fundamental dalam pencegahan korupsi di setiap tataran kehidupan. Sebab, integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.

“Seseorang yang menjaga integritas akan memiliki sikap untuk mencegah dan menjadikannya tameng agar menjauhkan dari segala tindak fraud maupun korupsi,” jelasnya.

LPDP melaksanakan rangkaian pembekalan bagi penerima beasiswa LPDP. Kegiatan pembekalan ini dikemas sebagai program persiapan keberangkatan bagi penerima beasiswa program Magister (S2) dan Doktor (S3) dengan tujuan universitas dalam dan luar negeri.

Pada program PK angkatan 205 yang diselenggarakan pada 19-23 Juni 2023 ini Ketua BPK didampingi Auditor Utama Investigasi BPK, Hery Subowo, berbagi ilmu dan pengalaman kepada para peserta agar memiliki persiapan mental lebih baik selama dan setelah studi. Tema yang diusung yaitu “Budaya Anti Korupsi dan Pembangunan Zona Integritas”.

Dalam kesempatan ini, Ketua BPK menyebut bahwa terdapat empat elemen yang dapat memicu fraud ketika seseorang memiliki pendidikan dan posisi yang tinggi, seperti para awardee LPDP hari ini. Empat elemen tersebut, yakni motivation, opportunity, arrogance, dan competence.

“Terlebih, arogansi karena merasa lebih berilmu dari yang lain serta rasionalisasi atas fraud menjadi pembenaran atas poor choice yang dipilihnya,” ungkapnya.