BALI, Humas BPK – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) mendorong peningkatan peran para lembaga audit negara atau Supreme Audit Institutions (SAIs) dalam mendukung tata kelola kelautan yang berkelanjutan melalui pemeriksaan atas blue economy. Hal itu disampaikan Anggota IV BPK, Haerul Saleh, dalam pembukaan pelatihan internasional bertajuk Hands-on Audit Training in the Blue Economy: Tools and Techniques in Fishery di Balai Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara, Bali, Senin (4/8). Pelatihan ini diikuti oleh 28 peserta dari 13 lembaga audit negara (SAI), yaitu Indonesia, Brazil, Mesir, Zambia, Kenya, Liberia, Maladewa, Oman, Filipina, Polandia, Arab Saudi, Thailand, dan Vietnam.

Menurut Anggota IV BPK, blue economy merupakan konsep pembangunan yang menyejajarkan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan keberlanjutan kehidupan biota laut pada kepentingan yang setara. Blue economy juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 14, yaitu Life Below Water. Hal ini memastikan bahwa seluruh aktivitas kelautan dan perikanan harus sejalan dengan tujuan keberlanjutan global.

Saat ini, pengelolaan laut masih menghadapi berbagai tantangan serius, seperti penangkapan ikan ilegal (illegal, unreported, and unregulated fishing), pencemaran laut, serta degradasi habitat pesisir. Di tengah kondisi tersebut, SAI memiliki posisi strategis untuk memastikan kebijakan maritim berjalan akuntabel, transparan, dan berkelanjutan.

Angota IV BPK juga menekankan pentingnya pelatihan untuk mendukung peran SAI dalam pemeriksaan atas blue economy. “Kami berharap pelatihan ini dapat memperkaya pengetahuan pemeriksa mengenai pemeriksaan atas ekonomi biru, sehingga nantinya dapat menerapkan pendekatan dan teknik pemeriksaan yang sesuai dengan kompleksitas kebijakan dan situasi di negara masing-masing,” kata Anggota IV BPK. BPK juga telah mengintegrasikan prinsip SDGs ke dalam Rencana Strategis organisasi, yang mencerminkan keselarasan BPK dengan agenda pembangunan nasional, salah satunya pembangunan Ekonomi Biru.

Dalam kegiatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, memberikan paparan mengenai kebijakan kelautan Indonesia. Menteri KP menjelaskan lima pilar utama kebijakan kelautan Indonesia dalam kerangka ekonomi biru.

Kelima pilar itu adalah perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur, pengembangan akuakultur berkelanjutan, pengawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanggulangan sampah laut dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Menteri KP sangat mengapresiasi BPK yang memiliki perhatian tinggi terhadap sektor kelautan dan perikanan, termasuk ekonomi biru.

Kepala Badan Diklat PKN BPK, Yudi Ramdan Budiman, melaporkan bahwa pelatihan pemeriksaan ekonomi biru dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pembelajaran mandiri (21 s.d. 25 Juli), pembelajaran jarak jauh (28 Juli s.d. 1 Agustus), dan pembelajaran tatap muka (4 s.d. 8 Agustus). Dalam sesi tatap muka di Bali, peserta melakukan kunjungan lapangan ke Buleleng, Bali, untuk mengamati secara langsung praktik ekonomi biru seperti budi daya ikan bandeng, perikanan komunitas, dan sinergi riset-pemerintah-industri.

Turut hadir di pembukaan kegiatan ini Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK, Syamsudin, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rudy Heriyanto Adi Nugroho, dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan BPK dan KKP.