BPK temukan sejumlah kejanggalan laporan keuangan pemprov

PALEMBANG -Laporan keuangan daerah tahun anggaran 2008 Provinsi Sumatra Selatan hanya memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan karena ditemui keganjilan dari laporan sejumlah proyek pemprov.

“Pemberian opini WDP itu berdasarkan beberapa hal terkait dengan kegiatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumsel.” ungkap Muzakir, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Palembang.

Dia mengumumkan predikat WPD itu setelah menyerahkan hasil audit laporan keuangan daerah kepada Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Ketua DPRD Sumsel Zamzami Achmad dalam rapat paripurna istimewa V DPRD Sumsel, kemarin.

Dia mencontohkan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi dalam anggaran tahun 2008 senilai lebih dari Rp7,5 miliar dari penerimaan klaim jaminan kesehatan masyarakat pada Rumah Sakit Emaldi Bahar dan RS khusus mata tidak dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran.

Padahal, sambungnya, program jaminan kesehatan masyarakat itumerupakan salah satu program dari satuan kerja perangkat daerah Pemprov Sumsel.

“Pengeluaran belanja daerah yang berasal dari penerimaan klaim tersebut juga tidak dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran,” ungkapnya.

Selain itu. lanjutnya, penilaian atas persediaan barang per 31 Desember 2008 senilai Rp3,8 miliar dilakukan bukan berdasarkan pada perhitungan inventarisasi fisik. Hal itu membuat BPK tidak dapat menempuh prosedur altematif untuk meyakini kebenaran penilaian tersebut.

Ketiga, dalam realisasi belanja modal tahun anggaran 2009 terdapat pengeluaran untuk pemberian pinjaman kepada masyarakat yang merupakan dana bergulir lebih dari Rpl,9 miliar. Pengeluaran tersebut seharusnya dianggarkan dalam pos pembiayaan pengeluaran daerah, yakni penyertaan (investasi) pemerintah daerah.

Keempat, ujar Muzakir, dalam realisasi belanja anggaran 2009 terhadap realisasi belanja barang dan jasa yang terkait langsung dengan perolehan aktiva tetap lebih dari Rp3,3 miliar tidak dikapitalisasi sebagai penambah nilai aktiva tetap.

Kelima, sambungnya, realisasi belanja bantuan sosial terdapat sebesar Rpl2,3 miliar yang diberikan kepada organisasi semi-pe-merintah untuk membantu ke-giatan operasional.

“Pengeluaran tersebut sesuai dengan ketentuan seharusnya dianggarkan dalam pos belanja hibah,”tegasnya.

Sayangnya, tidak ada tanggapan resmi dari Gubernur Sumsel dan DPRD Sumsel terkait dengan pemberian opini WPD itu dari BPK.

Layanan satu pintu
Dalam perkembangan lain, Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Sumsel menjanjikan memberikan pelayanan yang cepat melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bagi para penanam modal yang akan berinvestasi di Sumsel.

“Tujuan dari penyelenggaraan PTSP pada BPMD untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pengurusan perizinan dannonperizinan yang terkait dengan penanaman modal,” ujar Kepala BPMD Sumsel Permana, seperti dikutip Antara pada peresmian gedung PTSP Sumsel, kemarin.

PTSP, sambungnya, akan menyelenggarakan perizinan penanaman modal dan proses pengelolaannya mulai dari penerimaan permohonan hingga terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat atau pintu.

Selain itu, ungkapnya, sistem PTSP diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan.

“Kami bertekad mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau. Karena, jika ini dapat terealisasi, akan terwujud iklim investasi yang kondusif sebagai buah dari pemenuhan hak-hak penanam modal untuk mendapatkan pelayanan di bidang perizinan,” katanya.

Permana menambahkan PTSP juga merupakan wujud dan realisasi dari visi misi Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang tertuang dalam program prioritas pemerintahan. Pemprov Sumsel melalui BPMD Provinsi Sumsel melayani 40 jenis perizinan yang terdiri dari 23 jenis izin dan 17 jenis non izin. Hal ini telah diatur dalam peraturan Cu-bemur Sumsel No. 39/ 2009 tentang Penyelenggaraan Perizinan Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu.

Dia menyebutkan 23 jenis izin itu di antaranya surat izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan, surat izin kapal pengangkut ikan Indonesia, surat izin kapal pengangkut dan pengumpul ikan Indonesia, surat izin perusahaan pengeboran air bawah tanah, dan surat izin lembaga penempatan tenaga kerja swasta.

Adapun jenis non izin antara lain, rekomendasi penempatan lokasi penumpang tipe B, rekomendasi pengoperasian terminal tipe B, dan rekomendasi penyelenggaraan perkeretaapian yang jaringannya melebihi wilayah satu kabupaten dan kota dalam satu provinsi.

*BISNIS INDONESIA