JAKARTA. Rupanya, bunga surat utang negara alias SUN yang terlampau tinggi juga mengusik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Itu sebabnya, lembaga tinggi negara tersebut meminta Pemerintah memangkas imbal hasil atawa yield obligasi negara.

Jika tidak, yteld yang tinggi bakal berdampak pada beban utang Pemerintah yang makin berat. “Beban utang itu mahal,” kata Ketua BPK Anwar Nasution usai membuka seminar bertajuk Transparansi Akuntabilitas Keuangan Negara dan Daerah di kantor BPK, Rabu (22/7).

Supaya beban utang, menjadi lebih ringan, paling tidak Pemerintah bisa mengikuti jejak Amerika Serikat yang memberikan bunga obligasi negara di bawah 5%. Kalau itu tidak dilakilkan, Anwar me-nyarankan, sebaiknya Pemerintah mencari alternatif pembiayaan lain. Misalnya, dengan menggenjot penerimaan pajak. “Kalau pajak tidak naik, maka kerjanya nanti berutang melulu,” ujar dia.

Sebagai catatan, Pemerintah masih memberikan yield SUN di atas 10%. Ambil contoh, bunga SUN seri FR0030 yang terbit Mei 2009 lalu sebesar 10,71%. Bahkan, imbal hasil SUN seri FR0044 yang juga terbit pada Mei lalu mencapai level 12,23%.

Bunga yang masih di atas dua digit itu tentu akan menambah beban utang Pemerintah. Apalagi Pemerintah sudah memutuskan akan menerbitkan SUN lebih banyak lagi ketimbang menarik utang siaga abas standby loan, untuk menutup lubang defisit tahun ini sebesar Rp 132,01triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto menjelaskan, dalam proses lelang SUN selama ini, Pemerintah mengacu pada kurva imbal hasil berbagai surat utang atau benchmark yield curve untuk menentukan pemenang. Namun, “Pemerintah tetap menjual SUN berdasarkan harga pasar yang wajar,” katanya berkilah.

Selain menyoroti bunga SUN yang masih tinggi, Anwar juga mengkritik penyerapan belanja stimulus infrastruktur senilai Rp 11,215 triliun yang masih rendah. “Yang lebih penting saat ini adalah mempercepat pengeluaran negara untuk menumbuhkan ekonomi,” ujar Anwar.

*Harian Kontan