Baru Tujuh Belas LKPD Kabupaten/Kota yang Diperiksa

BANDUNG, (PR). BPK memberikan pendapat wajar dengan pengecualian (WDP) setelah memeriksa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Pemprov Jabar. Itu berarti, masih ada temuan yang harus dipertanggungjawabkan secara administratif oleh Pemprov Jabar.

Hal itu terungkap dalam Sidang Paripurna DPRD Jabar dengan agenda Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah se-Jabar, di Gedung DPRD Jabar, Bandung. Selasa (28/7). Meskipun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tersebut sudah diserahkan kepada Ketua DPRD Provinsi Jabar H AAI. Ruslan, hasil audit BPKterhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2008 di 26 kabupaten/kota, belum tuntas.

Menurut anggota panitia anggaran Selly dari Fraksi PDIP, LHP BPK baru mencakup tujuh belas kab./kota, di antaranya Bandung dan Sumedang. Penyampaian LHP ini sebenarnya terlambat Hal ini ada kaitannya dengan keterlambatan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang juga terlambat

Terkait dengan pendapat BPK yang menyebutkan laporan keuangan Pemprov Jabar wajar dengan pengecualian, SeDy mengatakan, secara audit keuangan, pendapat WDP tersebut cukup bagus. Akan tetapi, seharus-nya pemerintahan sekarang dapat memperoleh kategori wajar tanpa pengecualian (WTP).

“Mungkin karena adanya masa transisi itu. Akan tetapi, saya berharap, pada LHP BPK tahun depan Pemprov Jabar mendapat penilaian wajar tanpa pengecualian, lebih baik daripada periode pemerintahan sebelumnya.

Aset bermasalah

Menurut SeDy, adanya sejumlah aset pemda yang bermasalah berkontribusi terhadap hasil audit BPK. Untuk meningkatkan penilaian tersebut pemprov berkoordinasi dengan pemda terkait untuk segera menyelesaikan persoalan aset-aset ang bermasalah tersebut

Ketika ditanya berapa kerugian negara yang terindikasi oleh BPK, SeDy mengatakan, data tersebut belum diketahui karena hasil audit BPK tersebut belum dibahas secara terperinci. Tambahan pula, audit belum dilakukan kepada semua pemda. “Baru tujuh belas kabupaten dan kota yang sudah selesai. Untuk data lebih lengkap soal berapa kerugian negara, harus menunggu pembahasan lebih lanjut,” ujarnya.

Selly menjelaskan, LHP BPK ini bukan penilaian terhadap kinerja pemerintahan sekarang. Akan tetapi, LHP merupakan pertanggungjawaban penggunaan APBD yang diproses melalui pemeriksaan BPK. Oleh karena itu, kata Selly. jika ada tindakan pidana korupsi, akan dapat terdeteksi langsung oleh BPK, yanghasilnya kemudian akan ditindaklanjuti oleh kejaksaan tinggi.

“Kejati memang bertugas untuk menindaklanjuti LHP BPK terhadap laporan keuangan pemda dan pemprov,” katanya. Jadi, jika saat ini Kejati berupaya menelisik kasus pidana korupsi di sejumlah pemda, data tersebut didapatkan dari hasil audit BPK.

Secara aturan, standar pemeriksaan yang digunakan BPK adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan BPK RI No. 1/2007 dengan pendapat yang dikategorikan wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak memberikan pendapat {disclaimer), dan tidak wajar.

*Pikiran Rakyat