Tahun Ini, BPK Mulai Mengaudit Biaya Perkara MA dan Pengadilan
JAKARTA. Setelah cukup lama menjadi objek tarik menarik, akhirnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jadi melakukan audit terhadap biaya perkara di Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan.
Penegasan ini muncul dari Anggota Pembina Aditama III BPK Baharuddin Aritonang. Menurutnya, BPK dan MA sudah sepakat bahwa audit biaya perkara bisa berjalan. “Mulai tahun ini, kami mengaudit biaya perkara,” ujarnya
Kini, lembaga audit itu tengah melakukan persiapan. Salah satunya adalah menyiapkan teknis audit. Apalagi, lantaran baru pertama kali, BPK mungkin tidak akan melakukan audit secara menyeluruh. “Sebab, tenaga auditor BPK sangat terbatas,” kata Baharuddin.
Sebagai catatan, BPK telah lama berniat mengaudit biaya perkara yang pemungutannya diatur melalui Surat Keputusan (SK) Ketua MA. Ongkos perkara ini berlaku di lingkungan MA dan pengadilan banding. Sejumlah kalangan menduga, pemungutan biaya perkara lebih besar daripada tarif resmi. Maka muncul dugaan korupsi di sini.
Indikasi korupsi dalam pengelolaan biaya perkara mulai muncul seiring dengan temuan BPK dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2004-2006. Hasil audit itu memperlihatkan, ada sejumlah rekening liar di MA. Sembilan rekening dari LKPP 2005, tercatat atas nama Ketua MA si ini.ii Rp 7,45 miliar. Dalam analisisnya, BPK menduga, rekening liar ini berasal dari biaya perkara. Inilah yang membuat BPK ngotot mengaudit biaya perkara di MA.
Tapi, bukan dukungan yang diperoleh, BPK malah mendapatkan penolakan dari MA. Bahkan, Sekretaris MA Rum Nessa menerbitkan Surat Nomor 314/SEK/01/VII/2007 tanggal 30 Agustus 2007 yang berisi keberatannya diperiksa dan diaudit BPK.
MA mendasarkan penolakannya pada dua hal. Pertama, biaya perkara merupakan uang titipan pihak ketiga sehingga tidak masuk keuangannegara. Makanya, BPK tidak berwenang mengaudit. Kedua, biaya ini merupakan syarat pendaftaran perkara
Tapi, BPK juga punya alasan. Selain Undang-Undang Keuangan Negara, dasarnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53/2008 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari biaya perkara MA dan badan peradilan.
Sayang, Baharuddin belum memastikan kapan BPK mulai mengaudit biaya perkara itu. Ia berdalih, selain mempersiapkan diri, BPK juga menunggu kesiapan MA. Anehnya, Juru Bicara MA, Hatta Ali justru membantah soal kesepakatan audit biaya perkara itu.
*Harian Kontan