Dalam pelayanan publik, pungli masih marak terjadi.

JAKARTA – Beragam pungutan liar yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga turut menyebabkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali tidak menyatakan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2008. BPK masih menemukan sekitar Rp 731 miliar pungutan tanpa dasar hukum, tersebar 11 kementerian/ lembaga.

“Masih marak adanya pungutan tambahan di atas tarif resmi yang dibukukan di luar pembukuan resmi ada pada pelayanan publik, seperti pengurusan akta kelahiran, KTP, SIM, imigrasi, biaya perkara, izin mendirikan bangunan hingga biaya pemakaman,” kata Ketua BPK, Anwar Nasution, saat menyerahkan LKPP Tahun 2008 kepada DPR, Selasa (9/6). Masalah ini bergabung dengan delapan permasalahan lainnya yang membuat BPK sebagai auditor keuangan negara masih memberikan nilai disclaimer terhadap laporan keuangan pemerintah.

Permasalahan-permasalahan tersebut juga meliputi belum adanya sinkronisasi UU Keuangan Negara 2003-2004 dengan UU Perpajakan dan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal itu, menurut Anwar, menunjukkan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.

Belum ada keterpaduan antara sistem akuntansi umum (SAU) yang diselenggarakan Departemen Keuangan dengan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) yang diselenggarakan Departemen/Lembaga. Dengan demikian masih ada selisih antara keduanya. Penerimaan pajak Rp 3,43 triliun pun masih belum direkonsili-sasikan.

Kemudian rekening liar belum terintegrasi dan terekonsilisasi dalam suatu treasury single account atau rekening tunggal. “Kesalahan pembukuan masih terjadi, seperti kesalahan pembebanan pengakuan pendapatan PBB Migas dan Panas Bumi atas Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebesar Rp 5,33 triliun,” ujar Anwar. Sepanjang sejarah Indonesia, pemerintah baru menyusun LKPP sejak 2004. Hal itu merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah pusat atas pelaksanaan APBN, sebagaimana diatur Undang-Undang Keuangan Negara. LKPP disusun untuk membantu DPR dalam men- jalankan hak budjet untuk mengontrol penerimaan dan pengeluaran ne-v gara.

“Sejak 2006 kemajuan dan peningkatan penyajian laporan sudah lebih baik,” ujar Anwar. Perbaikan yang terjadi, antara lain sebagian kementeri-an/lembaga telah memenuhi permintaan BPK agar semua entitas negara menulis Management Representative Letter (MRL) dan menyusun Rencana Aksi (action plan) dalam memperbaiki opini BPK. Namun, perbaikan sistem akuntansi ini memang belum terjadi secara menyeluruh di semua departemen/lembaga negara.

Dibanding LKPP sebelumnya, LKPP 2008 dinilai sudah menunjukkan perbaikan pengelolaan keuangan. Hal itu terlihat dari, antara lain, tidak adanya pembatasan lingkup pemeriksaan atas penerimaan dan piutang pajak, pengungkapan secara memadai pengeluaran migas yang melalui rekening 600 dan rekening 508.

*Republika*