PT Pertamina (Persero) mengaku siap mengembalikan Rpl4,4 triliun kekurangan penerimaan negara seperti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaannya sepanjang 2003 hingga 2007.

BUMN migas itu kini tengah berkoordinasi dengan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu (BP) Migas untuk menunggu mekanisme pengembalian uang negara tersebut.

“Kami masih berkoordinasi dengan BP Migas untuk menentukan mekanisme pengembalian. Setelah itu, kami lakukan audit untuk kami sinergikan dengan temuan BPK, karena kami sesungguhnya memiliki pertemuan reguler terkait dengan keuangan perusahaan (exit meeting) dengan BPK,” ujar Corporate Secretary Pertamina Toharso, kemarin.

Sebagai perusahaan milik negara, Pertamina masih harus berkonsultasi dengan pemerintah untuk mengatur mekanisme pengembaliannya.

Menteri ESDM Pumomo Yusgiantoro mendukung rencana pengembalian kekurangan setoran Pertamina itu. Namun, mekanisme pengembaliannya diserahkan kepada Pertamina dan Menteri Keuangan.

“Cara pengembalian antara Pertamina dan Menkeu. Apakah nanti dipotong dividen atau dikembalikan langsung. Kan ini ada hitung-hitungannya.” tutur Purnomo.

Ia juga menjanjikan untuk segera meminta kepada operator migas lainnya yang masih memiliki selisih Rpl74,49 miliar dari total Rpl4,58 triliun kekurangan pembayaran sektor migas tersebut.

Selain sektor migas, temuan yang tidak kalah banyaknya adalah terkait dengan kekurangan setoran pengelolaan tambang batu bara sebanyak Rp2,69 triliun dan US$779 juta.

Direktur Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM Bambang Setiawan menyatakan pihaknya telah menindaklanjuti temuan BPK itu.

“Yang Rp2,7 triliun sudah dicek. Kami sudah tindak lanjuti dan mengirim surat untuk menanggapi temuan itu. Kekurangan pembayaran ini ada yang berasal dari kuasa pertambangan (KP) maupun PKP2B (perjanjian karya peng-usahaan pertambangan batu bara) yang masih menunggak,” jelas Bambang.

Untuk tunggakan royalti yang dilakukan KP, imbuh Bambang, pihaknya telah melakukan penagihan.

Sementara itu. Pelaksana Tugas Menko Perekonomian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK yang menyebutkan potensi kerugian akibat pengelolaan keuangan negara menyimpang sebesar Rp30 triliun.
Menurut Sri Mulyani, BPK akan bertemu dengan pemerintah untuk membahas temuan tersebut. Dengan demikian, yang dikemukakan BPK saat ini baru merupakan pendapat BPK saja.

*Media Indonesia*