JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengendus hal yang tidak beres dalam Laporan Keuangan Penyelenggaran Ibadah Haji Tahun 2008. Hasil audit lembaga pemeriksa tersebut menemukan sejumlah kerugian dan pemborosan dalam pelaksanaan haji tahun lalu oleh Departemen Agama (Depag).

Semua kerugian dan pemborosan itu akibat adanya kelemahan atas sistem pengendalian internal. Contohnya, kerugian selisih kurs biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp 5,45 miliar. Kemudian, setoran biaya haji senilai USS 91.300 dan beban operasional dalam aplikasi Fisahaj senilai US$5,07 juta
Pemborosan itu terjadi lantaran terdapat pembayaran ganda Naqobah untuk pengangkutan jamaah haji dari pemondokan ke Bandara Amir Muhamad Bin Abdul Aziz, Madinah sebesar Rp 913,61 juta. Lalu, pemborosan atas pembayaran biaya akomodasi dan konsumsi petugas haji senilai Rp 203,25 juta di Embarkasi Jakarta.

Itu sebabnya, BPK menjatuhkan status disclaimer atau tidak memberikan pendapat atas Laporan Keuangan Penyelenggaraan Haji 2008. BPK juga menilai pelaksanaan haji tahun lalu belum sepenuhnya efektif.

Itu berarti, masih banyak kelemahan di sana-sini. Terutama, standar pelayanan minimum penyelenggaraan haji pada setiap embarkasi belum diterapkan. “Juga belum disusun kebijakan strategis tentang pola pemondokan, dan standar baku transportasi darat dan udara,” kata Ketua BPK Anwar Nasution di Jakarta, Selasa (21/4).

Direktur Jenderal Penyelengaraan Haji dan Umroh Depag Slamet Riatno mengaku belum menerima hasil pemeriksaan BPK tersebut. Tentunya, kami menyambut baik. Tapi, rasanya laporan keuangan tentang haji sudah semakin baik,” ujarnya kepada KONTAN kemarin.

Setiap tahun, Depag mengaku selalu dan terus membenahi laporan keuangan mengenai penyelenggaraan haji.

*Harian Kontan*