Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 74 kasus seniJai Rp320 miliar dan USS 26 juta atau setara dengan Rp286 miliar pada kurs Rpl 1 ribu per dolar AS terkait dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan terkait pengelolaan di bidang kehutanan.

“Terkait dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan, BPK menemukan 74 kasus senilai Rp320 miliar dan 26 juta dolar AS,” kata Ketua BPK, Anwar Nasution di Jakarta, Selasa.

Anwar mengatakan, pemeriksaan bidang manajemen kehutanan menunjukkan bahwa hutan sebagai sumber daya alam (SDA) yang penting bagi manusia temyata belum mendapat penanganan strategis dan komprehensif.

Dari hasil pemeriksaan BPK terhadap manajemen hutan dan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) dapat disimpulkan masih ditemukan kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan bidang kehutanan.

Menurut dia, dari temuan senilai itu, sebanyak Rp 165 miliar dan USS 26 juta merupakan kekurangan penerimaan negara di bidang manajemen hutan dan Rp90 miliar merupakan kekurangan penerimaan negara di bidang kegiatan pembangunan HTI.

Penyebab kekuranganpenerimaan tersebut adalah adanya denda administratif yang belum dikenakan, penggunaan kurs konversi yang tidak tepat, hasil penebangan yang belum dilaporkan, dan ganti kerugian nilai tebangan yang belum dibayarkan, serta pinjaman dana reboisasi yang jatuh tempo belum dibayar.

“Selain merugikan negara, lemahnya SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan berdampak pula pada meningkatnya kerusakan lingkungan kawasan hutan yaitu berubahnya fungsi hutan dari hutan lindung, hutan produksi dan taman nasional menjadi pemukiman daerah transmigrasi, kebun sawit, dan pengelolaan pertambangan,” kata Anwar.

*Harian Ekonomi Neraca*