JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya diperbolehkan memeriksa data wajib pajak (WT), meskipun baru sebatas audit secara umum.

Auditor Utama BPK Safri Adnan Baharuddin mengatakan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution tahun ini telah mengeluarkan dua surat edaran (SE) yang memperbolehkan BPK mengaudit data wajib pajak (WP) secara umum.

“SE yang pertama [terbit) Januari dan kedua Februari.” katanya seusai acara seminar, kemarin.

Safri menuturkan meski hanya data secara umum, pemberian izin tersebut merupakan langkah maju yang diambil oleh Ditjen Pajak guna mempermudah audit penerimaan pajak BPK yang selama ini tidak memiliki akses memeriksa data WP.

“Tapi sekali lagi, kami belum bisa melihat semuanya. Kami tetap belum bisa minta konfirmasi ke WP yang bersangkutan. Tapi minimal kami tahu rincian setiap KPP [kantor pelayanan pajak] dapat berapa pembayaran pajaknya yang bisa dijadikan sebagai sampel.”

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro mengatakan SE tersebut merupakan surat internal Dirjen Pajak yang dikeluarkan pada Januari 2009.

Surat itu merupakan penegasan kepada aparat Ditjen Pajak untuk dapat memberikan hal-hal tentang WP yang bersifat umumkepada BPK.

“BPK bisa meng-copy misalnya SSP [surat setoran pajak), SSBC [surat setoran bea dan cukai), bukti pemindahbukuan, dan lain-lain tanpa NPWP dan nama WP,” katanya.

Djoko menegaskan Ditjen Pajak akan terbuka kepada BPK sepanjang apa yang diminta BPK tidak melanggar Pasal 34 Ayat 1 UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP). “Karena data WP yang berada Ditjen Pajak adalah data perseorangan yang dititipkan kepada negara sehingga ha-rus dilindungi kerahasiaannya.”

Aturan sanksi

Menurut Safri, Ditjen Pajak seharusnya tidak perlu khawatir apabila BPK mengaudit data WP mengingat UU tentang BPK telah mengatur pemberian sanksi yang berat bagi auditor yang membocorkan rahasia negara. “Dulu kita periksa BI [bank Indonesia) juga tidak kita bocorkan datanya,” katanya.

Namun begitu. Safri berharap BPK secara bertahap dapat mengaudit data pajak secara keseluruhan, termasuk bisa melakukan konfirmasi kepada WP tentang jumlah pajak yang telah dibayarkan ke kas negara.

“BPK sebetulnya mau tahu kebenaran angka yang dicantumkan sebagai penerimaan pajak dalam 1 tahun. Misalnya 100, kan -mesti tahu 9 dari Jawa Barat, 10 dari Jawa Tengah, dan sebagainya,” jelasnya.

Selama ini. berdasarkan Pasal 34 UU KUP, BPK dilarang meng-audit data WP tanpa seizin dari Menkeu. Akibat ketentuan ini, laporan keuangan pemerintah pusat selalu mendapatkan opini disclaimer (tidak memberikan pendapat) dari BPK.

Polemik antara BPK dan Depkeu ini sempat berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK). BPK sempat mengajukan judicial review atas pasal tersebut karena dinilai merugikan terhadap kewenangan konstitusional BPK. Namun, pada akhirnya MK menolak uji materi yang diajukan BPK tersebut.

BPK beranggapan untuk mengaudit penerimaan negara, data WP juga perlu diketahui. Sebaliknya. Ditjen Pajak menganggap data WP tergolong rahasia yang dilindungi oleh undang-undang.

*Bisnis Indonesia*