JAKARTA(SINDO)-MahkamahAgung(MA) akan terbuka terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang selama ini mengaku kesulitan mengaudit biaya perkara. Selama ini antara MA dan BPK masih berbeda pendapat soal boleh tidaknya mengaudit biaya perkara.
Laporan terbaru BPK menemukan adanya uang negara yang belum dipertanggungjawabkan oleh MA senilaiRplO, 21 miliar. Uang itu terdiri atas biaya perkara sebesar RplO,16 miliar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang kurang disetor sebesar Rp48,81 juta.Temuan ini berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran MA tahun anggaran 2005-2006. “Kita sekarang sudah siap untuk diaudit BPK,” ujar Ketua MA Harifin ATumpa, menanggapi hasil temuan itu di Gedung MA Jakarta kemarin.
Dal am hasil pemeriksa aniru,BPKmenyarankanpimpin-anMAagarmemedomani UU No 17/2003 tentangKeuangan Negara untuk mengelola biaya perkara sebagai keuangan negara. Karena itu, seharusnya menyetorkannya ke kas negara. Indonesia Corruption Watch berencana menyampaikan hasil audit ini ke KPK untuk ditindaklanjuti dalam penyelidikan.
Harifin mengaku bahwa pihaknya siap memberi penjelasan kepada ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang menyelidiki dugaan korupsi biaya perkara.
Selama ini, masalah penerimaan biaya perkara masih menjadi perdebatan antara BPK dan MA. MA berpendapat bahwa biaya.perkara bukan PNBP, tetapi uang pihak yang berperkara. Dengan demikian, biaya perkara dipertanggungjawabkan kepada yang berperkara antara lain membiayai kegiatan proses sidang perkara dan mengembalikan sisanya biaya. Sebaliknya, BPK selalu berpendapat bahwa biaya perkara dikelompokkan sebagai keuangannegara.
Sejak tahun lalu, KPK telah menyelidiki adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan biaya perkara di MA. Tim penyelidik KPK telah mendatangi MA untuk mengumpulkan data dan keterangan terkait pengelolaan biaya perkara MA. Namun, sejauh ini belum ada kesimpulan yang menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan biaya perkara sehingga bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Dalam pemeriksaan 2008.BPK juga menemukan adanya pengeluaran MA untuk membayar premi asuransi kesehatan platinum untuk pimpinan, hakim agung,dan pejabat struktural MA sebesar Rp917,33 juta.
(rijan irnando purba)
Harian Seputar Indonesia